kopasTv.com Samarinda – Tuntutan jaksa terhadap dua pelaku tambang di Muang Dalam, Kelurahan Lempake, Kecamatan Samarinda Utara, dianggap mengecewakan.
Pasalnya, ancaman hukuman maksimal terhadap para pelaku tambang tanpa izin adalah 10 tahun penjara, dan denda Rp 100 miliar.
Eks dinamisator Jaringan Advokasi Tambang (JATAM) Kaltim Pradarma Rupang menyebut, berdasarkan Pasal 158 UU Minerba, setiap orang yang melakukan usaha penambangan tanpa izin usaha pertambangan (IUP), Izin Pertambangan Rakyat (IPR), atau Izin Usaha Pertambangan Khusus (IUPK), sebagaimana dimaksud dalam Pasal 37, Pasal 40 ayat (3), Pasal 48, Pasal 67 ayat (1), Pasal 74 ayat (1) atau ayat (5) dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 tahun, dan denda paling banyak Rp 10 miliar.
“Mengecewakan, jaksa tidak melakukan tuntutan maksimal (terhadap Jumain dan Ismail). Justru letak masalahnya ada di JPU (Jaksa Penuntut Umum). Hal mengecewakan kedua adalah pihak penyidik (polisi) sudah puas hanya menangkap operator lapangan. Tidak mengembangkan sampai ke pemodal, pembeli dan pemilik alat berat,” papar Rupang.
Disebut Rupang, tuntutan delapan bulan itu lantaran salah kaprah memahami Pasal 158. Padahal, semua yang terlibat dalam aktivitas pertambangan ilegal bisa dikenakan sanksi maksimal 10 tahun penjara, dan denda Rp 10 milliar. Tidak hanya terhadap pemodal. Tapi juga operator dan pekerja. Karena keuntungan dari kejahatan mereka itu besar. “Kalau didenda hanya Rp 100 juta (seperti kedua pelaku tambang di Muang Dalam) itu bagi pelaku perkara kecil untuk mereka bayarkan,” sesalnya.
Di sisi lain, Pengamat Hukum Universitas Mulawarman Orin Gusta Andini menyebut, peran Jumain dari pemodal menjadi pekerja lantaran keterangan yang disampaikan pelaku. Artinya, keterangan pelaku berubah ketika saat sidang. “Dan hakim berdasarkan fakta persidangan meyakini itu, sejalan dengan alat bukti yang dihadirkan JPU di persidangan,” kata Orin.
Namun, bila memang seandainya peran pelaku lebih dari sekedar pekerja, seharusnya bisa saja dijatuhkan hukuman lebih dari tuntutan JPU. Karena hakim tidak terikat pada berapa jumlah tuntutan JPU, putusannya berdasarkan pada pasal yang didakwakan, dan fakta persidangan plus minimal dua alat bukti hakim itu memproleh keyakinan. “JPU menuntut 8 bulan, kemudian hakim memutus lebih dari 8 bulan bisa saja berdasarkan keyakinan hakim,” pungkasnya.(red)